Selasa, 25 Mei 2010

AKUNTANSI KOMPARATIF II

A. AKUNTANSI KOMPARATIF II
Negara yang mengambil pendekatan yang berbeda untuk merestrukturisasi perekonomian masing masing mengambil pendekatan yang berbeda pula untuk merestrukturisasi sistemnya masing-masing. Republik Ceko dan Republik Rakyat Cina (Cina) mengalami resturukturisasi dari perekonomian terencana secara terpusat menjadi perekonomian yang lebih berorientasi terhadap pasar. Namun jangkauan reformasi pasar yang dilakukan oleh kedua Negara tersebut berbeda. Ceko bergerak menuju ekonomi pasar utuh , sedangkan Cina mengambil jalan tengah dengan bergerak menuju ekonomi pasar sosialis, yaitu perekonomian terpusat dengan adaptasi pasar. Repubik Cina (Taiwan), dan Meksiko merupakan Negara kapitalis, namun secara tradisional memiliki campur tangan pemerintah pusat yang kuat dan kepemilikan pemerintah terhadap industri-industri penting. System keuangan kedua negara tersebut berkembang dalam hal penetapan standard, ketentuan, dan praktik bila dibandingkan dengan Republik Ceko dan Cina. Tentu, evolusi dalam akuntansi juga terjadi di Taiwan dan Meksiko, namun tidak secepat dengan apa yang terjadi di Republik Ceko dan Cina.

B. ALASAN UNTUK MEMILIH KEEMPAT NEGARA INI
Cina merupakan Negara yang berpenduduk terbanyak di dunia. Perusahaan-perusahaan dari seluruh dunia sangat berkeinginan untuk meakukan bisnis dengan Cina dan perkembangan akuntansi merupakan bagian yang penting dari perubahan structural yang terjadi di perekonomian Cina. Ceko merupakan Negara perwakilan Negara-negara bekas anggota blok Soviet dan perkembangan akuntansinya merupakan perwakilan dari apa yang ada di Negara bekas blok Uni Soviet lainnya. Taiwan mengalami pertumbuhan produk domestic bruto yang cepat daam beberapa tahun terakhir, yang didorong oleh pertumbuhan ekspor hasil industri. Meksiko mengalami reformasi pasar pada tahun 1990an, yang mencakup penghapusan hambatan yang bersifat proteksionis terhadap impir, menerima baik investasi asing dan melakukan privatisasi perusahaan-perusahaan milik Negara.

C. BEBERAPA PENGAMATAN MENGENAI EMPAT NEGARA DAN AKUNTANSINYA
Walaupun GDP Cina lebih unggul daripada ketiga Negara lainnya, namun jumlah impor dan ekspor Cina dibandingka dengan GDPnya menunjukkan betapa tertutupnya perekonomian Cina sekarang. Taiwan berada dalam posisi yang bertolak belakang. Perekonomian dan pasar modal Taiwan mengungguli perekonomian dan pasar modal 3 negara lainnya. Perusahaan Cina dan Meksiko lebih menyukasi Bursa Efek New York dibandingkan dengan Bursa Efek London, sedangkan perusahaan-perusahaan dari Republik Ceko dan Taiwan menunjukkan hal yang berkebalikan.
Sistem akuntansi Meksiko berorientasi pada kewajaran, bukan kepastian hukum. Di republic Ceko, pengaruh ikatan politik dan ekonomi lebih bersifat harapan ke masa depan daripada fakta sejarah. Ceko sekarang sedang membentuk akuntansinya sesuai dengan IAS/IFRS (International Accounting Standard/International Financial Reporting Standard). Cina mendasarkan standard akuntansinya yang baru pada IAS/IFRS karena Cina berharap dapat melakukan komunikasi dengan lebih baik kepada investor asing yang sangat penting bagi rencana pembangunan ekonominya.

D. EMPAT SISTEM AKUNTANSI NASIONAL

1. REPUBLIK CEKO
Akuntansi di Republik Ceko telah berubah arah selama beberapa kali pada abad ke-20 yang mencerminkan sejarah politiknya. Hingga akhir Perang Dunia II, praktek dan prinsip akuntansi mencerminkan praktak dan prinsip akuntansi yang dianut Negara-negara Eropa yang berbahasa Jerman. Kemudian, praktik akuntansi didasarkan pada model Soviet dimana daftar akun seragam, metode akuntansi detail, dan laporan keuangan seragam yang wajib dibuat oleh seluruh perusahaan. Setelah tahun 1989, Ceko bergerak dengan cepat menuju perekonomian berorientasi pasar.
Akuntansi di Ceko dipengaruhi oleh Hukum Komersial, Undang-undang Akuntansi, dan keputusan Kementrian Keuangan. Bursa efek memiliki pengaruh yang kecil dan meskipun Hukum Komersial berasal dari Jerman, peraturan pajak tidak berpengaruh secara langsung. Penyajian benar dan wajar yang diatur dalam Undang-undang Akuntansi dan diambil dari Direktif UE diinterpretasikan dengan maksud bahwa akun pajak dan akun keuangan diperlakukan secara beda. Undang-undang auditor disahkan pada tahun 1998. Suatu audit atas laporan keuangan diwajibkan untuk seluruh perusahaan perseroan dan perusahaan dengan kewajiban terbatas yang besar.
Laporan keuangan harus bersifat komparatif, terdiri dari neraca, akun laba dan rugi, catatan. Catatan mencakup penjelasan atau kebijakan akuntansi dan informasi lainnya yang relevan untuk menganalisis laporan keuangan, juga berisi laporan arus kas. Namun, perusahaan kecil yang tidak harus diaudit memiliki ketentuan berupa pengungkapan ringkas. Perusahaan-perusahaan di Ceko memiliki opsi untuk menggunakan IAS/IFRS atau standard akuntansi Ceko pada saat menyusun laporan keuangan konsolidasi, namun perusahaan yang tercatat dalam Pasar Utama Bursa Efek Praha diwajibkan menyusun laporan keuangan yang diaudit sesuai dengan IAS.IFRS.
Metode akuisisi digunakan untuk mencatat penggabungan usaha. Goodwill yang timbul dari suatu penggabungan usaha dihapusbukukan pada tahun pertama konsolidasi atau dikapitalisasi dan diamortisasi selama tidak lebih dari 15 tahun. Metode ekuitas digunakan untuk perusahaan asosiasi dan konsolidasi proposional digunakan untuk perusahaan patungan. Aktiva berwujud dan tidak berwujud dinilai sebesar biaya perolehannya dan dihapusbukukan selama perkiraan manfaat ekonominya. Persediaan dinilai sebesar yang lebih rendah antara biaya perolehan atau nilai pasar dan metode FIFO dan rata-rata tertimbang merupakan asumsi arus biaya yang diperbolehkan. Aktiva sewa guna usaha umumnya tidak dikapitalisasikan, pajak penghasilan tangguhan dicatat apabila mungkin terjadi dan dapat diukur dengan handal.

2. REPUBLIK RAKYAT CINA (CINA)

Sejarah akuntansi Cina berawal pada tahun 2200 SM selama masa Dinasti Hsiu, di mana akuntansi digunakan untuk mengukur kekayaan dan membandingkan pencapaian di kalangan bangsawan. Pada tahun 1949, Cina menerapkan suatu perekonomian terencana yang sangat terpusat, yang mencerminkan prinsip-prinsip Marxisme dan pola-pola yang dianut Uni Soviet sehingga sistem akuntansinya seragam berisi seluruh aturan akuntansi yang mencakup semua hal yang wajib diikuti oleh perusahaan milik Negara di seluruh Negara Cina. Pelaporan keuangan cukup sering dilakukan dan lengkap. Pelaporan keuangan menekankan neraca dan akuntansi menekankan perhitungan secara kuantitas dan perbandingan biaya dan kuantitas. Meskipun demikian, peranannya dalam pengambilan keputusan masih berada di bawah wewenang pusat. Perekonomian Cina saat ini disebut juga perekonomian hybrid, di mana Negara mengendalikan komoditas dan industri yang strategis, sementara sector komersial dan swasta diatur oleh sistem berorientasi pasar.
Hukum akuntansi yang diamandemen pada tahun 2000 menjelaskan prinsip-prinsip umum akuntansi dan mendefinisikan peranan pemerintah dan masalah-masalah yang memerlukan prosedur akuntansi. Dewan Negara juga telah mengeluarkan Aturan Pelaporan dan Akuntansi Keuangan bagi perusahaan (FARR-Financial Accounting and Reporting Rules for Enterprises). Pada tahun 1992, Kementrian Keuangan mengeluarkan Standar Akuntansi untuk Perusahaan Bisnis (Accounting Standards for Business Enterprises-ASBE) yang berupaya mengharmonisasikan praktek domestic dan mengharmonisasikan praktek di Cina dengan praktek di Internasional. Pada tahun 1998, Kementrian Keuangan mendirikan Komite Standar Akuntansi Cina (China Accounting Standars Committee-CASC) yang bertanggungjawab mengembangkan standard akuntansi. Proses penetapan ini mencakup pembagian tugas melakukan penelitian kepada sejumlah gugus tugas, penerbitan draft ekspor, dan dengar pendapat umum. Komisi Pengatur Pasar Modal Cino (China Securities Regulatory Commission-CSRC) mengatur 2 bursa efek di Cina: Shanghai yang dibuka pada tahun 1990 dan Shenzhen yang dibuka pada tahun 1991. Komisi tersebut menetapkan panduan pengaturan, merumuskan, dan menegakkan pengaturan pasar dan menyetujui penawaran saham perdana dan saham baru. Institut Akuntan Publik bersertifikat di Cina (Chinese Institute of Certified Public Accountants-CICPA) yang didirikan pada tahun 1998 berfungsi mengatur audit perusahaan sector swasta. Asosiasi Auditor Publik Bersertifikat di Cina (Chinese Association if Certified Public Auditor-CACPA) bertanggungjawab atas audit perusahaan milik Negara dan berada di bawah wewenang organisasi yang terpisah, Kantor Audit Negara.
Laporan keuangan terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, dan penjelasan kondisi keuangan. Laporan tambahan diwajibkan untuk mengungkapkan informasi segmen yang konsisten dengan standard internasional. Catatan mencakup pernyataan informasi mengenai kebijakan akuntansi. Metode pembelian wajib digunakan untuk mencatat penggabungan usaha dan goodwill harus dihapusbukukan selama tidak lebih dari 10 tahun. Metode ekuitas digunakan apabila kepemilikan terhadap perusahaan lain melebihi 20%. Biaya histories merupakan dasar untuk menilai aktiva berwujud: revauasi aktiva tidak diperkenankan. Metode depresiasi dipercepat dan unit produksi juga diperbolehkan. FIFO, rata-rata, dan LIFO merupakan metode penentuan biaya yang diperbolehkan dan nilai persediaan diturunkan karena penurunan harga dan keuangan. Aktiva tidak berwujud yang dibeli dicatat berdasarkan harga perolehannya dan diamortisasi selama periode manfaat. Aktiva direvaluasi apabila terjadi perubahan kepemilikan seperti saat sebuah perusahaan Negara diprivatisasikan. Tiga metode akuntansi untuk pajak yang tangguhan yang diperbolehkan: (1) metode arus langsung (flow-through), di mana tidak terdapat pajak tangguhan, (2) metode penangguhan, di mana pajak tangguhan tidak disesuaikan terhadap perubahan tarif pajak yang selanjutnya, dan (3) metode kewajiban, di mana pajak tangguhan disesuaikan terhadap perubahan tarif pajak selanjutnya.

3. REPUBLIK CINA (TAIWAN)

Hukum Akuntansi Komersial yang diamandemen pada tahun 1987, mengatur catatan akuntansi dan laporan keuangandi Taiwan. Hukum tersebut beraku nagi perusahaan-perusahaan yang didirikan berdasarkan Hukum Perusahaan dan Aturan Bisnis, kecuali untuk persekutuan kecil atau perusahaan perseorangan. Hukum tersebut juga menekankan akuntansi keuangan berbeda dari akuntansi pajak. Standar akuntansi ditetapkan oleh Komite Akuntansi Keuangan (Financial Accounting Standard Committee-FASC) dari Lembaga Pengembangan dan Penelitian Akuntansi (Accounting Research and Development Foundation-ARDF) yang merupakan lembaga swasta nirlaba tetapi diawasi oleh Kementrian Keuangan. ARDF saat ini telah menegaskan komitmen Taiwan untuk konverjensi dengan IAS/IFRS. Seluruh proyek baru dan yang telah ada yang dilaksanakan oleh FASC akan disesuaikan dengan IAS/IFRS.
Hukum Akuntansi Komersial mewajibkan laporan keuangan berikut: neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas pemilik, laporan arus kas, dan catatan. Catatan harus mengungkapkan informasi berikut:
• Ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan.
• Alasan-alasan perubahan atas kebijakan akuntansi dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan.
• Hak kreditor terhadap aktiva tertentu.
• Komitmen dan kewajiban kontijensi yang berjumlah material.
• Pembatasan atas pembagian laba.
• Peristiwa penting yang berkaitan dengan ekuitas pemilik.
• Peristiwa setelah tanggal neraca yang penting.
• Pos-pos lain yang memerlukan penjelasan untuk menghindari kesalahpahaman atau yang memerlukan klarifikasi untuk membantu dalam menyiapkan laporan keuangan secara wajar.
Laporan keuangan harus komparatif dan periode fiscal haruslah kalender. Laporan keuangan bank, perusahaan asuransi, dan perusahaan sekuritas harus diaudit oeh CPA. Perusahaan yang dijalankan oleh pemerintah diaudit oleh auditor pemerintah.
Metode pembelian diwajibkan untuk penggabungan usaha, metode penyatuan kepemilikan tidak digunakan. Goodwill umumnya dikapitalisasi dan diamortisasi selama paling lama 20 tahun. Metode ekuitas digunakan apabila terdapat kepemilikan di perusahaan lain sebesar 20% atau lebih. Neraca perusahaan asing yang independent dari induk perusahaannya ditranslasikan berdasarkan kurs akhir tahun dan laporan laba rugi ditranslasikan berdasarkan kurs rata-rata. Aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud dapat direvaluasi. Persediaan disajikan sebesar nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan dan pasar, baik metode FIFO, LIFO, dan rata-rata merupakan asumsi arus biaya yang dapat diterima. Akuntansi untuk sewa guna usaha, kontijensi dan pajak tangguhan konsisten dengan pendekatan AS dan internasional. Jadi, sewa guna usaha pembiayaan dikapitalisasi dan kerugian kontinjensi diakru pada saat mungkin terjadi dan memiliki estimasi yang handal.

4. MEKSIKO

Secara umum, Meksiko memiliki perekonomian pasar bebas: perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan pemerintah mendominasi perminyakan dan sarana umum, sedangkan perusahaan swasta mendominasi manufaktur, konstruksi, pertambangan, hiburan, dan jasa. Reformasi ekonomi pasar tahun 1990an membantu dalam mengurangi inflasi, meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi, dan memberikan fundamental ekonomi yang lebih sehat. Ciri penting akuntansi Meksiko adalah penggunaan akuntansi tingkat harga umum yang komprehensif sebagai dasar pengukuran.
Hukum Komersial Meksiko dan hukum pajak penghasilan berisi ketentuan-ketentuan mengenai pembuatan ringkasan catatan akuntansi tertentu dan penyusunan laporan keuangan, namun pengaruh keduanya terhadap pelaporan keuangan secara umum terbilang minimal. Institut Akuntan Publik Meksiko (Instituto Mexicano de Contadores Pubicos) menerbitkan standard akuntansi dan auditing di Meksiko. Meskipun sistem hukumnya didasarkan pada hukum sipil, penerapan standard akuntansi di Meksiko menggunakan pendekatan Inggris-Amerika atau Anglo Saxon, dan bukan pendekatan Eropa Kontinental. Prinsip akuntansi Meksiko tidak membedakan antara perusahaan besar dan kecil., dan diterapkan untuk seluruh bentuk badan usaha. Tahun fiscal perusahaan Meksiko harus bersamaan dengan tahun kalender. Laporan keuangan konsolidasi komparatif harus disusun terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas pemegang saham, laporan perubahan posisi keuangan, dan catatan. Catatan mencakup:
• Kebijakan akuntansi perusahaan.
• Kontinjensi dalam jumlah material.
• Komitmen pembelian aktiva dalam jumlah besar atau berdasarkan kontrak sewa guna usaha.
• Detail utang jangka panjang dan kewajiban dalam mata uang asing.
• Pembatasan terhadap dividen.
• Jaminan.
• Program pensiunan karyawan.
• Transaksi dengan pihak berhubungan istimewa.
• Pajak penghasilan.
Baik metode akuntansi pembelian dan penyatuan kepemilikan untuk penggabungan usaha dapat digunakan, tergantung pada keadaannya. Goodwill diamortisasi terhadap laba selama periode ekspektasi manfaat, yang dibatasi selama 20 tahun. Akuntansi tingkat harga umum digunakan di Meksiko. Biaya histories aktiva nonmoneter disajikan ulang berdasarkan daya beli terkait dengan menerapkan factor yang diambil dari Index Harga Konsumen Nasional (National Consumer Index Price-NICP).

Sumber : Frederick D. S. Choi, Gerhard G. Mueller

AKUNTANSI KOMPARATIF I

A. AKUNTANSI KOMPARATIF I
Standar akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran dasar) yang mengatur penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses perumusan atau formulasi standar akuntansi. Standar merupakan hasil dari penetapan standar. Namun, praktek sebenarnya berbeda dari yang ditentukan standar. Hal itu disebabkan 4 hal: di kebanyakan negara hukuman atas ketidakpatuhan dengan ketentuan akuntansi resmi cenderung lemah dan tidak efektif; secara sukarela perusahaan boleh melaporkan infomasi lebih banyak daripada yang diharuskan; beberapa Negara memperbolehkan perusahaan untuk mengabaikan standar akuntansi jika dengan melakukannya operasi dan posisi keuangan perusahaan akan tersajikan secara lebih baik hasil; dan di beberapa Negara standar hanya berlaku untuk laporan keuangan perusahaan secara tersendiri, dan bukan untuk laporan konsolidasi.
Penetapan standar akuntansi melibatkan gabungan kelompok sector swasta yang meliputi profesi akuntansi, pengguna dan penyusun laporan keuangan, para karyawan dan kelompok public yang meliputi badan-badan seperti otoritas pajak, kementrian yang bertanggungjawab atas hukum komersial dan komisi pasar modal. Bursa efek yang merupakan sector swasta atau public (tergantung negaranya) juga mempengaruhi proses tersebut. Di Negara-negara hukum umum, sector swasta lebih berpengaruh dan profesi auditing cenderung untuk dapat mengatur sendiri dan untuk lebih dapat melakukan pertimbangan atas atestasi terhadap penyajian wajar laporan keuangan. Di Negara-negara hukum kode, sector public lebih berpengaruh dan profesi akuntansi cenderung untuk lebih diatur oleh Negara. Hal ini yang menyebabkan mengapa standar akuntansi berbeda-beda di seluruh dunia.

B. ENAM SISTEM AKUNTANSI NASIONAL
1. PRANCIS
Akuntansi di Perancis sangat terkait dengan kode sehingga sangat mungkin melewatkan kenyataan bahwa legislasi hukum komersial (Code de Commerce) dan hukum pajak sebenarnya menentukan banyak praktek akuntansi dan pelaporan keuangan di Perancis. Dasar utama aturan akuntansi adalah Hukum Akuntansi 1983 dan Dekrit akuntansi 1983 yang memuat Plan Compatible General wajib digunakan oleh seluruh perusahaan. Setiap perusahaan harus memiliki manual akuntansi. Ciri khusus akuntansi di Perancis adalah terdapatnya dikotomi antara laporan keuangan perusahaan secara tersendiri dengan laporan kelompok yang dikonsolidasikan. Hukum Perancis memperbolehkan perusahaan Perancis untuk mengikuti Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards-IFRS). Alasannya, banyak perusahaan multinasional dari Perancis yang mencatat sahamnya di luar negeri. Lima organisasi utama yang terlibat dalam proses penetapan standard di Perancis:
a. Counseil National de la Comptabilite atau CNC (Badan Akuntansi Nasional)
b. Comite de la Reglementation Comptable atau CRC (Komite Regulasi Akuntansi)
c. Autorite des Marches Financiers atau AMF (Otoritas Pasar Keuangan)
d. Ordre des Experts-Comptables atau OEC (Ikatan Akuntan Publik)
e. Compagnie Nationale des Commisaires aux Comptes atau CNCC (Ikatan Auditor Kepatuhan Nasional)
Perusahaan Perancis melaporkan neraca, laporan laba rugi, catatan atas laporan keuangan, laporan direktur, dan laporan auditor. Tidak terdapat ketentuan mengenai laporan perubahan posisi keuangan atau laporan arus kas walaupun CNCC merekomendasikan untuk membuatnya. Untuk memberikan gambaran yang sebenarnya dan sewajarnya (image fidele), laporan keuangan harus disusun sesuai dengan peraturan (regularite) dan dengan niat baik (sincerite).
Dalam pengukuran akuntansi, aktiva tetap didepresiasikan menurut provisi pajak umumnya menurut garis lurus atau saldo berganda. Persediaan harus dinilai sebesar nilai yang lebih rendah antara biaya atau nilai realisasi dengan menggunakan metode FIFO atau metode rata-rata tertimbang. Biaya penelitian yang diamortisasi tidak lebih dari 5 tahun. Kebanyakan resiko dan ketidakpastian dapat dicadangkan, seperti yang terkait dengan litigasi, restrukturisasi, dan asuransi swadaya dan hal ini memungkinkan timbulnya kesempatan melakukan perataan laba.

2. JERMAN
Lingkungan akuntansi di Jerman mengalami perubahan terus menerus dan hasilnya luar biasa sejak berakhirnya Perang Dunia I. Hukum komersial pada secara khusus menuntut adanya berbagai prinsip tata buku yang teratur dan audit secara independen hampir tidak tersisa setelah perang usai. Hukum perusahaan tahun 1965 mengubah sistem pelaporan keunagan Jerman dengan mengarah pada ide-ide Inggris Amerika tetapi hanya berlaku bagi perusahaan besar. Pada awal tahun 1970an, Uni Eropa mulai mengeluarkan direktif harmonisasi, yang harus diadopsi oleh Negara-negara anggotanya ke dalam hukum nasional. Direktif Uni Eropa yang keempat, ketujuh, dan kedelapan seluruhnya masuk ke dalam hukum Jerman melalui Undang-Undang Akuntansi Komprehensif yang diberlakukan pada tanggal 19 Desember 1985. Dua undang-undang baru diberlakukan pada tahun 1998, yang pertama menambah sebuah paragraf baru dalam buku ketiga Hukum Komersial Jerman sehingga memungkinkan perusahaan yang menerbitkan saham/utang pada sebuah pasar modal yang terorganisir untuk menggunakan prinsip akuntansi yang diterima secara internasional dalam laporan keuangan konsolidasi yang dibuatnya. Kedua, memperbolehkan pendirian organisasi sektor swasta untuk menetapkan standar akuntansi atas laporan keuangan konsolidasi. Hukum pajak secara garis besar menentukan akuntansi komersial. Prinsip penentuan (Massgeblichkeitsprinzip) menentukan bahwa laba kena pajak ditentukan oleh apa yang tercatat dalam catatan keuangan perusahaan.
Undang-undang tentang pengendalian dan transparansi tahun 1998 memperkenalkan keharusan bagi kementrian kehakiman untuk mengakui badan swasta yang menetapkan standard nasional untuk memenuhi tujuan berikut:
• Mengembangkan rekomendasi atas penerapan standar akuntansi dalam laporan keuangan konsolidasi.
• Memberikan nasehat kepada kementrian kehakiman atas legislasi akuntansi yang baru.
• Mewakili Jerman dalam organisasi akuntansi internasional seperti IASB.
Undang-undang Akuntansi tahun 1985 secara khusus menentukan ketentuan akuntansi, auditing, dan pelaporan keuangan yang berbeda-beda menurut ukuran perusahaan, bukan menurut bentuk orgasisasi. Undang-undang Akuntansi 1985 secara khusus menentukan isi dan bentuk laporan keuangan yang meliputi neraca, laporan laba rugi, catatan atas laporan keuangan, laporan manajemen, dan laporan auditor.
Berdasarkan hukum komersial (HGB), metode pembelian/akuisisi adalah metode konsolidasi yang utama, meskipun penyatuan kepemilikan juga dapat diterapkan dalam kondisi yang terbatas. Dua bentuk metode pembelian yang diizinkan adalah metode nilai buku dan metode revaluasi. HGB tidak mengatur translasi mata uang asing dan perusahaan di Jerman menggunakan sejumlah metode. Perbedaan translasi diperlakukan dengan beberapa cara, akibatnya perhatian khusus harus diberikan terhadap catatan laporan keuangan di mana metode translasi mata uang asing harus dijelaskan.

3. JEPANG

Akuntansi dan pelaporan keuangan di Jepang mencerminkan gabungan berbagai pengaruh domestic dan internasional. Untuk memahami akuntansi di Jepang, seseorang harus memahami budaya, praktik usaha, dan sejarah Jepang. Jepang merupakan masyarakat tradisional dengan akar budaya dan agama yang kuat. Perusahaan-perusahaan Jepang saling memiliki ekuitas saham satu sama lain, dan seringkali bersama-sama memiliki perusahaan lain. Investasi yang saling bertautan ini menghasilkan konglomerasi industri yang meraksasa yang disebut sebagai Keiretsu. Modal usaha Keiretsu ini sedang dalam perubahan seiring dengan refomasi struktural yang dilakukan Jepang untuk mengatasi stagnasi ekonomi yang berawal pada tahun 1990an.
Pemerintah nasional masih memiliki pengaruh paling signifikan terhadap akuntansi di Jepang. Regulasi akuntansi didasarkan pada tiga undang-undang, yaitu hukum komersial, undang-undang pasar modal, dan undang-undang pajak penghasilan perusahaan. Hukum komersial diatur oleh kementrian kehakiman (MOJ). Hukum tersebut merupakan inti dari regulasi akuntansi di Jepang dan yang paling memiliki pengaruh besar. Perusahaan milik public harus memenuhi ketentuan lebih lanjut dalam undang-udang pasar modal (Securities and Exchange Law-SEL) yang diatur oleh Kementrian Keuangan. Tujuan utama SEL adalah untuk memberikan informasi dalam pengambilan keputusan investasi.
Perusahaan yang didirikan menurut hukum komersial diwajibkan untuk menyususn laporan wajib yang harus mendapatkan persetujuan dalam rapat tahunan pemegang saham yang berisi necara, laporan laba rugi, laporan usaha, proposal atas penggunaan (apropriasi) laba ditahan, schedule pendukung. Perusahaan yang mencatatkan sahamnya juga harus menyusun laporan keuangan sesuai dengan undang-undang pasar modal yang secara umum mewajibkan laporan keuangan dasar yang sama dengan hukum komersial ditamabha dengan laporan arus kas.
Hukum komersial mewajibkan perusahaan-perusahan besar untuk menyusun laporan konsolidasi. Anak perusahaan dikonsolidasikan jika induk perusahaan secara langsung dan tidak langsung mengendalikan kebijakan keuangan dan operasionalnya. Goodwill diukur menurut dasar nilai wajar aktiva bersih yang diakuisisi dan diamortisasi selama maksimum 20 tahun. Persediaan dapat dinilai berdasarkan biaya perolehan mana yang lebih rendah antara biaya atau harga pasar, namun biaya yang paling banyak digunakan.

4. BELANDA
Akuntansi di Belanda memiliki beberapa paradoks yang menarik. Belanda memiliki ketentuan akuntansi dan pelaporan keuangan yang relative permisif, tetapi standar praktik profesional yang sangat tinggi. Belanda merupakan negara hukum kode, namun akuntansinya berorientasi pada penjayian wajar. Di Belanda, akuntansi dianggap sebagai cabang dari ekonomi usaha. Akibatnya, banyak pemikiran ekonomi yang dicurahkan terhadap topik-topik akuntansi dan khususnya terhadap pengukuran akuntansi.
Regulasi di Belanda tetap liberal sampai tahun 1970 ketika undang-undang laporan keuangan tahunan diberlakukan. Di antara provisi utama undang-undang tahun 1970 tersebut adalah sebagai berikut:
a. Laporan keuangan tahunan harus menunjukkan gambaran yang wajar mengenai posisi dan hasil keuangan selama satu tahun.
b. Laporan keuangn harus disusun sesuai dengan praktek usaha yang baik.
c. Dasar penyajian aktiva dan kewajiban dan penentuan hasil operasi harus diungkapkan.
d. Laporan keuangan harus disusun sesuai dengan dasar yang konsisten dan pengaruh material dari perubahan dalam prinsip akuntansi harus diungkapkan secukupnya.
e. Informasi keungan komparatif untuk periode sebelumnya harus diungkapkan dalam laporan keuangan dan catatan kaki yang menyertainya.
Kualitas laporan keuangan Belanda sangat seragam. Laporan keuangan wajib harus disusun dalam bahasa Belanda namun dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Jerman dapat diterima. Laporan keuangan harus memuat hal-hal berikut: neraca, laporan laba rugi, catatan-catatan , laporan direksi, dan informasi lain yang direkomendasikan. Laporan keuangan tahunan harus disajikan baik berdasarkan induk perusahaan saja maupun konsolidasi. Kelompok-kelompok perusahaan untuk tujuan konsolidasi terdiri dari perusahaan-perusahaan yang membentuk unit ekonomi yang berada di bawah kendali yang sama.
Meskipun metode penyatuan untuk penggabungan usaha dapat digunakan dalam kondisi tertentu, metode tersebut sudah jarang digunakan di Belanda. Goodwill merupakan perbedaan antara biaya akuisisi dengan nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dibeli. Fleksibilitas Belanda dalam pengukuran akuntansi dapat terlihat dengan diperbolehkannya penggunaan nilai kini untuk aktiva berwujud seperti persediaan dan aktiva yang disusutkan. Karena perusahaan-perusahaan Belanda memiliki fleksibilitas dalam menerapkan aturan pengukuran, dapat diduga bahwa terdapat kesempatan untuk melakakukan perataan laba. Pos-pos tertentu dapat mengabaikan laporan laba rugi dan langsung disesuaikan terhadap cadangan dalam ekuitas pemegang saham. Hal ini antara lain:
a. Kerugian akibat bencana yang tidak mungkin atau tidak umum untuk diasuransikan.
b. Kerugian akibat nasionalisasi atau sejenis penyitaan lainnya.
c. Konsekuensi akibat restrukturisasi keuangan.

5. INGGRIS
Akuntansi di Inggris berkembang sebagai cabang ilmu yang independen dan secara pragmatis menyikapi kebutuhan dan praktek usaha. Warisan akuntansi Inggris bagi dunia sangat penting. Inggris merupakan negara pertama di dunia yang mengembangkan profesi akuntansi yang kita kenal sekarang. Konsep penyajian hasil dan posisi keuangan yang wajar juga berasal dari Inggris.
Dua sumber utama standar akuntansi keuangan di Inggris adalah hukum perusahaan dan profesi akuntansi. Kegiatan perusahaan yang didirikan di Inggris secara luas diatur oleh aktiva yang disebut sebagai undang-undang perusahaan. Undang-undang perusahaan disesuaikan, diperluas, dan dikonsolidasikan sepanjang tahun.
Berikut 6 badan akuntansi di Inggris yang berhubungan dengan komite konsultatif badan akuntansi yang berdiri pada tahun 1970:
a. Institut Akuntan berizin resmi di Inggris dan di Wales (The Institute of Chartered Accountants in England and Wales-ICAEW).
b. Insitut Akuntan berizin resmi di Irlandia (The Institute of Chartered Accountants in Ireland-ICAI).
c. Insitut Akuntan berizin resmi di Skotlandia (The Institute of Chartered Accountants in Scotland-ICAS).
d. Asosiasi Akuntansi berizin resmi dan bersertifikat (The Association of Chartered Certified Accountants-ACCA).
e. Insitut Akuntan Manajemen berizin resmi (The Chartered Institute of Manajement Accountants-CIMA).
f. Insitut Keuangan dan Akuntansi Publik berizin resmi (The Chartered Institute of Public Finance and Accountancy-CIPFA).
Pelaporan keuangan Inggris termasuk yang paling komprehensif di dunia. Laporan keuangan umumnya mencakup laporan direksi, laporan laba rugi dan neraca, laporan arus kas, laporan total keuntungan dan kerugian yang diakui, laporan kebijakan akuntansi, catatan atas referensi dalam laporan keuangan, dan laporan auditor. Laporan direksi membahas kegiatan usaha yang utama, pembahasan atas operasi dan kemungkinan pengembangan, peristiwa-peristiwa penting setelah tanggal neraca, dividen yang disusulkan, nama-nama anggota dewan direksi, dan besarnya kepemilikan saham, serta kontibusi politik dan amal yang dilakukan.
Inggris memperbolehkan baik metode akuisisi dan merger dalam mencatat akuntansi untuk penggabungan usaha. Meskipun demikian, kondisi penggunaan metode merger begitu ketat sehingga hamper tidak digunakan. Berdasarkan metode akuisisi, goodwill dihitung sebagai perbedaan antara nilai wajar penyerahan yang dilakukan dan nilai wajar aktiva yang diperoleh.

6. AMERIKA SERIKAT
Akuntansi di Amerika Serikat diatur oleh badan sector swasta (Badan Standar Akuntansi Keuangan, atau Fincancial Accounting Standard Board-FASB), tetapi sebuah lembaga pemerintah (Komisi Pengawas Pasar Modal atau Securities Exchange Commission-SEC) juga memiliki kekuasaan untuk menetapkan standarnya sendiri.
System AS tidak memiliki ketentuan hukum secara umum mengenai penerbitan laporan keuangan yang diaudit secara periodic. Perusahaan di AS dibentuk berdasarkan hukum Negara bagian, bukan hum federal. Meskipun memiliki kekuasaan hukum untuk menentukan standard akuntansi dan pelaporan untuk perusahaan public, SEC tetap bergantung pada sector swasta yang menetapkan standard terebut. SEC bekerja sama dengan FASB dan memberikan tekanan bila melihat FASB bergerak terlalu pelan atau ke arah yang salah.
Laporan keuangan tahunan yang semestinya dibuat oleh sebuah perusahaan AS yang besar meliputi komponen berikut ini:
a. Laporan manajemen.
b. Laporan auditor independen.
c. Laporan keuangan utama (laporan laba rugi, necara, laporan arus kas, laporan laba komprehensif, dan laporan ekuitas pemegang saham).
d. Diskusi manajemen dan analisis atas hasil operasi dan kondisi keuangan.
e. Pengungkapan atas kebijakan akuntansi dengan pengaruh paling penting terhadap laporan keuangan.
f. Catatan atas laporan keuangan.
g. Perbandingan data keuangan tertentu selama 5 atau 10 tahun.
h. Data kuartal terpilih.
Aturan pengukuran akuntansi di AS mengasumsikan bahwa suatu entitas usaha akan terus melangsungkan usahanya. Pengukuran dengan dasar akrual sangat luas dan pengakuan transaksi dan peristiwa sangat bergantung pada konsep penandingan. Penggabungan usaha harus dicatat sebagai sebuah pembelian. Goodwill dikapitalisasi sebagai perbedaan antara nilai wajar pemberian yang diberikan dalam pertukaran dan nilai wajar aktiva bersih yang diperoleh. Goodwill tersebut harus dikaji ulang terhadap penurunan nilai tiap tahunnya dan dihapusbukukan dan dibebankan di dalam laba jika nilai bukunya melebihi nilai wajarnya.

Sumber : Akuntansi Internasional, Frederick D. S. Choi, Gerhard G. Mueller

Minggu, 28 Maret 2010

PRODUK BANK SYARIAH

1. Al-wadi’ah (Simpanan)

Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain kapan saja bila si penitip menghendaki.

 Penerima sim¬panan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si pe¬nyimpan tidak bertanggung jawab atas segala kehilangan dan keru¬sakan yang terjadi pada titipan selama hal itu bukan akibat dari kela¬laian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan.

 Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang ter¬sebut secara utuh. Dengan demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan penanggung).

 Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung oleh bank.

 Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak di¬larang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa in¬sentif atau bonus, dengan catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah ditetapkan.

 Dalam praktiknya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah 45%:55% untuk simpanan deposito.

Contoh rekening giro Wadiah :

Tn. Baris memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2002 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Muamalat Sungailiat kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat Sungailiat adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Sungailiat dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-.

Pertanyaan : Berapa bonus yang diterima oleh Tn. Baris pada akhir bulan Mei 2002.

Jawab :

Bonus yang diterima Tn Baris :
(Rp. 1.000.000/Rp. 500.000.000)x Rp. 20.000.000 (sbelum dipotong pajak)x 30% = Rp. 12.000

Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :

Tn. Derani memiliki tabungan di Bank Syariah Pangkal Pinang. Pada bulan juni 2002 Saldo rata-rata tabungan Tn. Derani adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Pangkal Pinang dengan deposan adalah 40%:60%. Saldo rata-rata tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Pangkal Pinang adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Pangkal Pinang yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.

Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Derani pada bulan yang bersangkutan.

Jawab :

Keuntungan Tuan Derani :
(Rp. 10.000.000/Rp. 10.000.000.000)x Rp. 40.000.000 (sebelum dipotong pajak)x 60% = Rp. 24.000

Contoh Perhitungan Keuntungan Deposito Mudharabah :

Tn. Rahman Hakim memiliki deposito sebesar Rp 100.000.000, ¬untuk jangka waktu 1 bulan di Bank Syariah Belinyu. Bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Belinyu dengan nasabah adalah 45%:55%. Saldo rata-rata deposito per bulan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan yang dibagihasilkan di Bank Syariah Belinyu adalah Rp 500.000.000, -.

Pertanyaan : Berapa keuntungan Tn. Rahman Hakim dari nisbah yang ditetapkan.

Jawab:


Keuntungan Nasabah =
(Rp. 100.000.000/Rp. 10.000.000.000)x Rp. 500.000.000 (sebelum dipotong pajak)x 55% = Rp. 2.750.000

2. Pembiayaan dengan bagi basil

a. Al-musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau le¬bih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak membe¬rikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

b. AI-mudharabah

Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.

mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan mo-dal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.


c. Al-muzara'ah

Pengertian AI-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan ka¬sus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.

d. Al-musaqah
Pengertian AI-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pe¬meliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

3. Bai'al Murabahah

Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.

Sebagai con¬toh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharap¬kan adalah sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini baru dilakukan setelah ada kesepa¬katan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan pro¬duk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.

Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah Tanjung Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka harga yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperoleh dari Rp 36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.

4. Bai'as-salam

Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemu-dian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.

Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada ter¬sebut dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi modal yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp 250.000.000,¬ dikurangi Rp 200.000.000,-.

5. Bai'Al istishna'

Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'as¬salam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat ba¬rang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.

CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp 85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi. CV. Su-ngai Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang sepatu atau keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan:

(Rp. 60.000.000/Rp. 85.000)x Rp. 5.000 = Rp 3.529.412

Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan harga yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula. Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :

(Rp. 60.000.000/Rp. 86.000)x Rp 4.000 = Rp 2.790.697

6. Al-Ijarah (Leasing)

Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas ba-rang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating lease maupun financial lease.

7. Al-Wakalah (Amanat)

Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pem¬beri mandat.

8. Al-Kafalah (Garansi)

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke-pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di-lakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.

9. Al-Hawalah


Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang ber-utang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi¬hak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring.

10. Ar-Rahn

Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.

Selasa, 23 Maret 2010

Penelitian Kepatuhan Pajak Badan

PENGARUH KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN KONDISI EKONOMI TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

Icuk Rangga Bawono
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
Dermawan Sugiarto
Mahasiswa PPA
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
Joni Arifin
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT
The aim of this research to examine the impact tax compliance, economic condition with the tax revenue through simultaneously and partial test. This Research also want to find out which variabel habe the most dominant with tax revenue. Sample method will use in this research and the time horizon will be one shot study.
Quisionaire were distributed to all the cooperation in Banyumas Region. The primarily data will be used in this research to see the perceived from the respondent about the compliance of tax. Validity and realiability will use to test the quisionaire and classic assumption test, F test and T test will used to test the data. The Result shows that compliance of the taxpayer and economic condition will affect simultaneously to the tax revenue, compliance of tax payer have dominant effect from all.

Key words: tax payer compliance, economic condition, tax revenue and cooperation


LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam menyelenggarakan pemerintahan umum dan melaksanakan pembangunan, Pemerintah memerlukan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan tersebut semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan pembangunan itu sendiri. Dalam melaksanakan pembangunan nasional masalah pembiayaan menjadi sangat vital. Pembiayaan pembangunan ini direalisasikan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam APBN pemerintah memenuhi kebutuhan dana dengan mengandalkan dua sumber pokok, yaitu sumber dana luar negeri dan sumber dana dalam negeri. Sumber dana luar negeri misalnya pinjaman luar negeri dan hibah (grant), sedangkan sumber dana dalam negeri misalnya penjualan migas dan non migas serta pajak. Dalam perkembangannya pajak merupakan komponen utama penerimaan dalam negeri (Agusti dan Herawaty, 2009).
Pajak pada dasarnya adalah pemberian harta kekayaan rakyat, dan atau badan usaha untuk membiayai kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh negara. Oleh sebab itu pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang dipungut berdasarkan undang-undang. Undang-undang Perpajakan Nomor 9, Nomor 10 dan Nomor 11 tahun 1994, merupakan Undang-undang yang menjadi acuan dalam perpajakan (Suarja, 2007). Dalam perkembangannya pajak merupakan komponen utama penerimaan dalam negeri. Pajak memberikan kontribusi sebesar 80 persen dari seluruh penerimaan negara (Agusti dan Herawaty, 2009).
Misi utama Direktorat Jenderal Pajak adalah misi fiskal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan. Meskipun penerimaan pajak dari tahun ke tahun terus meningkat tetapi persentase kenaikan tersebut belum mencerminkan kondisi yang diinginkan.
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah sistem self assesment. Dalam pelaksanaan sistem self assessment terdapat perbedaan kepentingan antara wajib pajak dengan pemerintah sebagai fiskus. Hampir semua orang baik di negara yang sudah maju maupun yang belum berkembang, baik secara pribadi maupun kelompok (badan) berusaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Menurut Mangoting, 1999, jangankan wajib pajak, pihak fiskus pajakpun mengetahui dan menyadari ada suatu kecenderungan dari wajib pajak pribadi, terutama badan untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar, dengan melakukan tax planning atau perencanaan pajak, baik secara legal (tax avoidance) maupun ilegal (tax evasion). Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil-kecilnya atau dikatakan berusaha untuk membayar pajak dengan jumlah yang efisien karena membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis wajib pajak. Di lain pihak pemerintah memerlukan dana untuk menyelenggarakan pemerintahan yang salah satunya berasal dari penerimaan pajak.
Perpajakan dan Koperasi merupakan dua hal penting yang perlu dipahami. Perpajakan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan pajak, sementara koperasi merupakan Badan Hukum yang menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 tahun 2000 sebagai subyek pajak (Kementrian Koperasi dan UKM, 2008). Koperasi sebagai wajib pajak dalam sistem self assessment harus menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang ke tempat pembayaran pajak. Penerapan self assessment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk (Darmayanti, 2004).
Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah, hal ini dapat dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio. Selama ini penerimaan pajak yang berasal dari koperasi relatif masih sedikit, dan belum dilakukan (dipungut) secara intensif, karena sebelum dikeluarkannya UU nomor 7 tahun 1983, sisa hasil usaha koperasi bukan menjadi obyek pajak. Sampai dengan dikeluarkannya UU nomor 25 tahun 1992, pemberlakuan PPh bagi koperasi masih sulit, karena bertentangan dengan UU nomor 12 tahun 1967. Kerancuan dalam penetapan pajak bagi koperasi ini seharusnya memang sudah selesai dengan dikeluarkannya UU nomor 25 tahun 1992, yang sudah mengacu pada UU nomor 17 tahun 1983. Tetapi mengingat SHU koperasi yang jumlahnya kecil-kecil, intensitas pemungutan pajak dari koperasi menjadi sangat kurang (Suarja, 2007).
Kondisi perekonomian akan mempengaruhi perkembangan suatu usaha dalam waktu mendatang. Tingginya tingkat persaingan usaha dan kondisi inflasi mempengaruhi jumlah pendapatan usaha. Besar kecilnya pajak ditentukan oleh jumlah penghasilan suatu usaha. Oleh karena itu kondisi perekonomian akan mempengaruhi jumlah penerimaan pajak. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah kepatuhan wajib pajak dan kondisi ekonomi berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh kepatuhan wajib pajak, kondisi ekonomi terhadap penerimaan pajak apabila dilakukan secara simultan, parsial serta untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap penerimaan pajak. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif agar koperasi dan UMKM lebih menyadari lagi peranannya sebagai subyek dan obyek pajak perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan perpajakan bagi koperasi dan UMKM.

Rerangka Pemikiran dan Pembentukan Hipotesis
Menurut Nurmantu, 2003, kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai “suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”. Terdapat dua macam kepatuhan menurut Nurmantu, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material.
Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan tanggal 30 April. Apabila wajib pajak telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) Tahunan sebelum atau pada tanggal 30 April maka wajib pajak telah memenuhi ketentuan formal, akan tetapi isinya belum tentu memenuhi ketentuan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal.
Wajib pajak yang memenuhi kepatuhan material adalah wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai ketentuan dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir. Menurut Chaizi Nasucha, 2004, kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Erard dan Feinstin (1994) seperti dikutip Chaizi Nasucha, menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan wajib pajak, yaitu rasa bersalah dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang mereka tanggung dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.
Isu kepatuhan dan hal-hal yang menyebabkan ketidakpatuhan serta upaya untuk meningkatkan kepatuhan menjadi agenda penting di negara-negara maju, apalagi di negara-negara berkembang. Isu kepatuhan menjadi penting karena ketidakpatuhan secara bersamaan menimbulkan upaya menghindarkan pajak, baik dengan fraud dan illegal yang disebut tax evasion, maupun penghindaran pajak tidak dengan fraud dan dilakukan secara legal yang disebut tax avoidance. Pada akhirnya tax evasion dan tax avoidance mempunyai akibat yang sama, yaitu berkurangnya penyetoran pajak ke kas negara. Terkait dengan kondisi tersebut kondisi ekonomi yang membaik atau pun memburuk akan mempengaruhi pembayar pajak dalam mempertanggung jawabkan jumlah pajak yang harus dibayar.
Nasucha dengan mengutip Richard M. Bird dan Milka Casanegra de Jantscher dalam Improving Tax Administration In Developing Countries (IMF, 1992), menyatakan bahwa berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan merupakan pengukuran yang lebih akurat atas efektivitas administrasi perpajakan. Penyebab tax gap terutama lemahnya administrasi perpajakan. Keberhasilan pengumpulan pajak hanyalah merupakan akibat semakin sempitnya jurang kepatuhan. Semakin patuh rakyat membayar pajak berarti jurang kepatuhan semakin sempit dan berarti pemungutan pajak lebih berhasil. Sebaliknya, semakin lebar jurang kepatuhan maka semakin sedikit pajak yang berhasil dikumpulkan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Secara simultan terdapat pengaruh signifikan kepatuhan wajib pajak dan kondisi ekonomi terhadap penerimaan pajak.
H2 : Secara parsial terdapat pengaruh signifikan kepatuhan wajib pajak dan kondisi ekonomi terhadap penerimaan pajak.
H3 : Secara parsial kepatuhan wajib pajak memiliki pengaruh paling dominan terhadap penerimaan pajak.


METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah koperasi di Kabupaten Banyumas berdasarkan data KPP Pratama Purwokerto sejumlah 243 koperasi. Peneliti mengambil sampel dengan metode simple random sampling yang ditentukan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2004) dan penentuannya dilakukan secara acak melalui pengundian dengan memberikan kesempatan yang sama yang bersifat tak terbatas pada setiap elemen populasi untuk dipilih sebagai sampel (Indriantoro, 2002). Sampel dipilih dengan kriteria badan usaha koperasi yang memenuhi syarat obyektif dan subyektif sebagai obyek pajak. Koperasi sebagai subyek pajak memiliki nomor pokok wajib pajak dan menghitung serta menetapkan sendiri kewajiban pajak serta membayarnya sesuai ketentuan. Dan juga dikarenakan pihak aparat pajak sendiri belum banyak memahami bentuk dan prinsip yang berlaku dikoperasi, sehingga ketentuan pajak dilakukan secara seragam. Horison waktu yang digunakan adalah one shot study, dimana data yang dikumpulkan adalah data primer melalui penyebaran kuesioner dan wawancara terhadap bagian bendahara/keuangan/pajak pada koperasi di Kabupaten Banyumas.

Definisi Operasional Variabel

Variabel yang diujikan dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak dan kondisi ekonomi sebagai variabel bebas (X) dan penerimaan pajak sebagai variabel terikat (Y). Adapun definisi operasional tiap-tiap variabel adalah sebagai berikut :
1. Kepatuhan Wajib Pajak (X1), yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan dan waktu penyampaian SPT Tahunan, sesuai tanggal pelaporan terhadap tanggal batas akhir pelaporan tanggal 31 Maret. Variabel ini diukur dengan 13 item pertanyaan.
2. Kondisi Ekonomi (X2), yaitu kondisi dimana situasi ekonomi yang membaik atau pun memburuk akan mempengaruhi pembayar pajak dalam mempertanggung jawabkan jumlah pajak yang harus dibayar. Variabel ini diukur dengan tujuh item pertanyaan.
3. Penerimaan Pajak (Y), yaitu terkait dengan penerimaan negara dari sektor pajak dimana dalam penelitian ini koperasi sebagai subjek pajak. Variabel ini diukur dengan sembilan item pertanyaan.
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Likert Scale dengan skala 1 sampai 5, dan telah diuji dengan validity and reliability test. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh, karenanya pengujian yang digunakan adalah uji regresi linear berganda terhadap hipotesis I, hipotesis II, dan hipotesis III. Sebelumnya, persyaratan asumsi klasik harus terlebih dahulu terpenuhi.

REFERENSI
Agusti, Asri Fika dan Vinola Herawaty. 2009. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Yang Dimoderasi Oleh Pemeriksaan Pajak Pada KPP Pratama. Makalah Simposium Nasional Akuntansi 12. Palembang.

Darmayanti, Theresia Woro. 2004. Pelaksanaan Self Assesment System Menurut Wajib Pajak (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan Salatiga). Jurnal Ekonomi dan Bisnis X No.1, 109-128.

Husein, Umar. 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Rajawali Press. Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE.Yogyakarta.

Kementrian Koperasi dan UKM. 2008. Pedoman Bidang Perpajakan Bagi Koperasi. Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Mangoting, Yenni. 1999. Tax Planning : Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak. Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra.

Marsyahrul, Tony. 2005. Pengantar Perpajakan. Grasindo. Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Perpajakan. Andi. Yogyakarta.

Nasucha, Chaizi. 2004. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta

Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Kelompok Yayasan Obor. Jakarta.

Suarja, Wayan. 2007. Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Dan Manfaatnya Bagi Koperasi Dan UKM. Seminar Lokalatih Teknis Nasional Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM dan Koperasi.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Ghalia Indonesia. Bogor.

Supranto, J. 1993. Metode Ramalan Kuantitatif untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisnis. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2001 . Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.

Penelitian Pendidikan Akuntansi

PERSEPSI MAHASISWA S1 AKUNTANSI INTERNASIONAL DAN REGULER TENTANG PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAk) PADA PERGURUAN TINGGI NEGERI (PTN) DAN PERGURUAN TINGGI SWASTA (PTS)

Icuk Rangga Bawono
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman
Dermawan Sugiarto
Mahasiswa PPA
Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman

Joni Arifin
Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman


ABSTRACT

This study examines the perceptions of students S1 regular accounting and S1 international accounting in Public and Private University in DIY and Purwokerto of Accounting Profession Programs (PPAk). The objective of this research to find out how the perception of S1 regular accounting and S1 international accounting in Public and Private University about PPAk, and whether there are differences in perception because of the difference of information between students and S1 regular accounting and S1 international accounting in Public and Private University in DIY and Purwokerto of PPAk.
Respondents in this study were 359 students, with details of 94 regular students and 27 international students at the Public University, and 153 regular students and 85 international students in Private University. Collecting data is done in April 2009. All the data collected has been tested with the first Test validity (Pearson Moment) and Reliability (Cronbach Alpha). In the first test used hypothetical Test T (t Test), while for the hypothetical second and third test using a different (Independent Sample t Test).
Results of research shows that students have positive perceptions about the Accounting Profession Programs (PPAk) and there is a difference in perception between students S1 regular accounting and S1 international accounting in Public and Private University in DIY and Purwokerto.

Keywords: Accounting Profession Programs (PPAk), professional accountants

LATAR BELAKANG
Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik semakin meluas di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, hal ini telah memberi pengaruh cukup besar bagi pasar tenaga kerja. Permintaan terhadap tenaga kerja profesional (profesi) dalam dunia kerja telah membawa berbagai perubahan dan pembaharuan dalam kesempatan pendidikan. Salah satunya adalah diselenggarakannya Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) baik di Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta untuk mencetak tenaga akuntan profesional yang handal (Setyaningrum dkk, 2007).
Secara umum, Sarjana Ekonomi akuntansi memiliki berbagai alternatif pilihan serta peluang yang cukup besar untuk memasuki dunia kerja. Namun, kualitas seorang Sarjana Ekonomi akuntansi baru akan teruji manakala ia menempatkan dirinya ke dalam profesi yang berhubungan dengan gelar yang telah ia sandang. Weygandt et al. (1996) dalam Rasmini (2007) menyatakan bahwa pada umumnya profesi akuntansi diperlukan pada empat bidang, yaitu public accounting, private accounting, non-for-profit accounting, dan pendidik.
Profesi akuntan sendiri di Indonesia pada masa yang akan datang akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Untuk itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme profesi mutlak diperlukan. Selain itu, tantangan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme akuntan dengan tingkat penguasaan yang memadai terhadap tiga syarat untuk profesional, yakni pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan karakter (character) (Novin dan Tucker, 1993). Karena nantinya para akuntan harus mempunyai kredibilitas dalam menyusun dan melaksanakan review (audit) atas laporan keuangan, yang kemudian hasilnya akan digunakan oleh para pihak yang berkepentingan sebagai dasar pengambil keputusan.
Proses pembentukan profesionalisme berawal dari pendidikan profesi, dalam hal ini pendidikan akuntansi di perguruan tinggi. Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan, bertujuan menyediakan sumber pengetahuan dan pengalaman belajar (knowledge and learning experience) bagi para mahasiswanya. Pendidikan akuntansi selayaknya diarahkan untuk memberi pemahaman konseptual yang didasarkan pada penalaran sehingga ketika akhirnya masuk ke dalam dunia praktik dapat beradaptasi dengan keadaan sebenarnya dan memiliki resistance to change yang rendah terhadap gagasan perubahan atau pembaruan yang menyangkut profesinya (Suwardjono 1992 dalam Bawono dkk, 2006).
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) merupakan pendidikan tambahan bagi Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi yang ingin mendapatkan gelar Akuntan. Melalui Surat Keputusan (SK) Mendiknas No. 179/U/2001, Sarjana Ekonomi akuntansi berkesempatan menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi di perguruan tinggi yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Mereka yang telah menempuh Pendidikan Profesi Akuntansi berhak untuk memperoleh sebutan profesi Akuntan (Ak) dan berpeluang untuk menerjuni profesi sebagai public accounting, private accounting, non-for-profit accounting, dan pendidik. Pada umumnya, bidang-bidang yang dapat digeluti oleh para lulusan Sarjana Akuntansi, adalah Staf Akunting (SA), Staf Auditor, Akuntansi Perpajakan, dan Jurnalis (Sumarna, 2002, dalam Rasmini, 2007). Walker (2002) dalam Prakarsa (2004) menyatakan bahwa Akuntan memiliki tiga jenis aktivitas, yaitu (1) oversight, (2) insight, (3) foresight. Sebaliknya, AICPA (2004) menyatakan bahwa karier yang bisa ditempuh oleh seorang akuntan adalah Public Accounting, Corporate Accounting, dan Financial Management.
Saat ini, dengan diselenggarakannya Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) yang diatur melalui Kepmendikbud No: 056/U/1999 tentang Penyelenggaraan Profesi Akuntansi, yang mulai berlaku 30 Maret 1999 (SY, 1999) baik di Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta, kita perlu mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi sebagai stakeholder utama atau calon pengguna jasa dalam proses pendidikan profesi tersebut. Persepsi positif akan berpengaruh terhadap perilaku dan sikap mahasiswa yang mendukung adanya Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk), begitu juga sebaliknya apabila persepsi yang terbentuk negatif.
Dalam studi ini, diteliti tiga indikator yang mempengaruhi persepsi calon peserta PPAk meliputi mahasiswa S1 Akuntansi, baik program reguler maupun internasional di Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta, yang tentunya terdapat perbedaan karakteristik antara kedua program studi maupun kedua jenis Perguruan Tinggi. Tiga indikator tersebut adalah motivasi, waktu dan biaya, dan minat dengan mengembangkan instrumen kuesioner yang digunakan oleh Bawono dkk (2006). Observasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah ketiga indikator tersebut dapat mempengaruhi persepsi mahasiswa akuntansi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif guna adanya peningkatan kualitas dari setiap Perguruan Tinggi penyelenggara program PPAk untuk menghasilkan lulusan profesi akuntansi sesuai dengan visi misi pendidikan akuntansi. Penelitian ini juga diharapkan dapat menimbulkan cara berpikir kritis dan positif calon lulusan sarjana ekonomi akuntansi baik yang menempuh program reguler maupun internasional, agar tidak hanya menyandang gelar sarjana ekonomi (S.E.), namun juga menunjukkan identitas sebagai lulusan akuntansi (S.E., Ak.).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) apakah mahasiswa S1 Akuntansi internasional dan reguler di PTN dan PTS memiliki persepsi positif tentang pendidikan profesi akuntansi, (2) apakah ada perbedaan persepsi antara mahasiswa S1 Akuntansi internasional dan reguler di PTN mengenai pendidikan profesi akuntansi, dan (3) apakah ada perbedaan persepsi antara mahasiswa S1 Akuntansi internasional dan reguler di PTS mengenai pendidikan profesi akuntansi.

RERANGKA PEMIKIRAN DAN PEMBENTUKAN HIPOTESIS

Persepsi merupakan proses kognitif yang dipergunakan seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Sedangkan menurut Robbins (1993:135), Perception can be defined as aprocess by which individuals organize and interpret their sensory impressions in order to give meaning to their environment. Proses pembentukan persepsi dipengaruhi oleh:
a. Faktor perhatian dari luar, meliputi intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan, gerakan.
b. Faktor dari dalam (internal set factors), yaitu faktor dari dalam diri seseorang yang memiliki proses perspsi antara lain proses belajar (learning), motivasi dan kepribadian.
Pendidikan akuntansi akan dapat dipersepsikan secara paralel dengan praktik akuntansi, termasuk di dalamnya profesi akuntan publik. Akuntan publik merupakan seseorang yang diberikan izin oleh suatu negara bagian untuk menggunakan gelar PA (Public Accountant) atau AP (Akuntan Publik) dan mempraktikkan akuntansi publik.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian keterampilan, kejujuran, dan sebagainya tertentu. Profesi Akuntansi merupakan profesi yang dijalankan oleh orang-orang yang telah mendapatkan gelar BAP (Bersertifikat Akuntan Publik) atau CPA (Certified Public Accountant). Beberapa profesi akuntansi yang telah mendapat sebutan BAP antara lain: Akuntan Publik (AP), Akuntan Sektor Publik (ASP), Akuntan Manajemen (AM), dan Akuntan Pendidik (AP). Mereka yang telah mendapatkan gelar tersebut, dapat mengajukan izin untuk membuka praktik akuntan publik. Profesi akuntansi sebagai pemberi jasa dalam hal informasi keuangan memiliki tiga aspek yang terkait satu sama lain, yakni pendidikan, praktik dan penelitian (Sterling, Bell dan Wright, dalam Bawono, 2006).
Sejak tanggal 31 Agustus 2004 lulusan Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi tidak berhak langsung menggunakan gelar profesi “Akuntansi” (Ak). Sesuai SK Mendikbud R.I. No. 036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi dan Naskah Kerjasama IAI dengan Dirjen Dikti No. 565/D/T/2002 dan No. 2460/MOV/IAI/02, untuk memperoleh gelar Ak seseorang yang menyandang gelar Sarjana Ekonomi (Akuntansi) wajib mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) pada Perguruan Tinggi Penyelenggara yang telah mendapat izin dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Setelah memegang ijazah tersebut lulusan dapat mendaftarkan diri ke Departemen Keuangan R.I., untuk mendapatkan Nomor Register Negara untuk Akuntan dan berhak menyandang sebutan Profesi Akuntan (Ak). Di Indonesia, izin sebagai akuntan publik dapat diberikan setelah lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP).
Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 179/U/2001 tentang penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) mengakibatkan perlu adanya kelanjutan dari pendidikan sarjana program studi akuntansi. Hal ini berpengaruh terhadap masa studi mahasiswa ketika ingin terjun sebagai akuntan publik. Dengan demikian pada saat mahasiswa telah menyelesaikan program S-1, maka mereka dihadapkan pada tiga alternatif. Pertama, bekerja atau terjun ke masyarakat sebagai sarjana ekonomi. Kedua, melanjutkan studi pasca sarjana untuk memperoleh gelar S-2. Atau ketiga, menempuh program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) untuk memperoleh gelar akuntan (Ak), yang merupakan syarat untuk terjun sebagai akuntan publik pada Kantor Akuntan Publik (KAP) (Bawono, 2006).
Menjawab SK Mendiknas No.179/U/2001 tersebut, maka beberapa perguruan tinggi berusaha menyelenggarakan Pendidikan Profesi Akuntansi. Berdirinya PPAk di berbagai perguruan tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Perguruan Tinggi Swasta, tentunya diikuti dengan adanya sosialisasi kepada mahasiswa S1 akuntansi untuk memberikan pemahaman akan pentingnya pendidikan profesi (profession education) bagi calon akuntan publik. Dalam kurun waktu lebih kurang lima tahun ini, proses sosialisasi baik melalui seminar, studium general, dan media lain diharapkan telah memberikan pemahaman yang masif. Tanpa adanya pemahaman yang masif maka akan berpengaruh pada orientasi dan keinginan mahasiswa akuntansi yang notabene sebagai calon pengguna jasa Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Mahasiswa S1 Akuntansi internasional dan reguler di PTN dan PTS memiliki persepsi positif tentang pendidikan profesi akuntansi.

Peran pendidikan akuntansi sebagaimana dinyatakan dalam Seminar Nasional Akuntansi oleh Prakarsa (2004) adalah (1) menciptakan knowledge workers yang dapat bekerja sama secara sinergis dengan blue-collar workers serta knowledge workers yang lain dalam proses penciptaan nilai tambah, (2) tanggap terhadap peran akuntansi yang cenderung makin multidimensional dan vital pada masa depan, serta (3) mampu memberi bekal kepada para akuntan agar dapat melaksanakan oversight, insight, dan foresight roles yang akan menjadi makin rumit pada masa depan.
Penelitian yang dilakukan Yusuf, 2000 (dalam Yuskar, 2006) untuk mengetahui kualitas lulusan jurusan akuntansi, menyatakan bahwa mutu lulusan dari penerapan kurikulum program S-1 jurusan akuntansi yang berlaku selama ini sering dipertanyakan, lebih-lebih jika bekerja atau membuka kantor akuntan publik. Kemampuan lulusan pada umumnya dipandang kurang memadai. Elemen kualitas atau kompetensi merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam profesi akuntansi, khususnya profesi akuntan publik. Bahkan elemen ini dimasukkan dalam Standar Audit. Standar umum auditing yang pertama menyatakan bahwa: Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai seorang auditor.
Munawir, 1999 (dalam Widyastuti, dkk , 2004) menyatakan bahwa kompetensi auditor ditentukan oleh tiga faktor berikut: (1) pendidikan formal tingkat universitas, yaitu dengan menjadi Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi. Namun saat ini diharuskan bagi lulusan Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi baik itu dari Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta untuk mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) sebab PPAk dapat memberikan kontribusi untuk menjadi seorang akuntan yang profesional (2) pelatihan teknis dan pengalaman dalam bidang auditing, antara lain memiliki pengalaman kerja di Kantor Akuntan Publik minimal 3 tahun, dan (3) pendidikan profesional yang berkelanjutan selama menjalani karir sebagai auditor, dengan mengikuti seminar, lokakarya dan Simposium Nasional Akuntansi (SNA).
Profesi akuntan publik merupakan salah satu pilihan karir yang banyak diminati oleh mahasiswa akuntansi. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Wijayanti, 2000 (dalam Yuskar, 2006) yang menyatakan bahwa mahasiswa akuntansi yang memilih karir sebagai akuntan publik mengharapkan gaji awal yang tinggi, memperoleh kesempatan berkembang yang lebih baik dibandingkan dengan karir yang lain serta memperoleh pengakuan atas prestasi yang telah diraih.
Persamaan S-1 Akuntansi program reguler dan internasional baik di PTN dan PTS adalah membangun visi misi dengan sejak dini menggiring minat mahasiswanya untuk mendalami profesi akuntan dengan mengikuti Program PPAk setelah masa studi S-1 selesai. Hal ini selaras dengan visi pendidikan akuntansi yaitu mendidik tenaga akuntan yang cerdas dan ‘utuh’ sebagai insan profesional dan meneliti, mengembangkan serta memasyarakatkan disiplin akuntansi yang sangat vital untuk merealisasikan terbentuknya good corporate and public governance dalam global civil society. Juga selaras dengan misi pendidikan akuntansi yaitu menghasilkan lulusan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kontemporer dunia usaha dan dunia pendidikan akan tenaga staf, tenaga manajer, serta tenaga pendidik profesional (Rasmini, 2007). Namun, perbedaan karakteristik yang ada antara program reguler dan internasional di PTN dan PTS diduga dapat menyebabkan perbedaan persepsi mengenai Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa S1 Akuntansi internasional dan reguler di PTN mengenai pendidikan profesi akuntansi.

H3 : Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa S1 Akuntansi internasional dan reguler di PTS mengenai pendidikan profesi akuntansi.

METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dengan responden mahasiswa S1 Akuntansi Reguler dan Internasional di PTN dan PTS yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Purwokerto. Untuk kriteria sampel, dipilih mahasiswa angkatan 2004, 2005, dan 2006, yang minimal telah menempuh 5 (lima) semester dan telah mengambil mata kuliah Auditing. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat keperilakuan (persepsi) karenanya data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber asli tanpa melalui melalui media perantara (Indriantoro, 2002). Horison waktu yang digunakan adalah one shot study. Peneliti mengambil sampel dengan metode simple random sampling dengan batas ketelitian 95% menggunakan rumus Slovin. Metode ini memberikan kesempatan yang sama yang bersifat tak terbatas pada setiap elemen populasi untuk dipilih sebagai sampel (Indriantoro, 2002).

Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi persepsi mahasiswa S-1 Akuntansi Reguler dan Internasional di PTN dan PTS yaitu motivasi, waktu dan biaya, dan minat. Adapun definisi operasional tiap-tiap variabel adalah sebagai berikut :
1. Motivasi (X1), yaitu dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk menerjuni profesi akuntansi dengan gelar BAP (Bersertifikat Akuntan Publik) atau CPA (Certified Public Accountant), dan dalam hal ini dorongan untuk mengikuti pendidikan profesi akuntansi (PPAk). Variabel ini diukur dengan sembilan item pertanyaan.
2. Waktu Belajar dan Biaya (X2), yaitu pertimbangan terhadap lamanya waktu belajar yang ditempuh selama pendidikan dan biaya yang harus dikeluarkan saat mengikuti pendidikan profesi akuntansi (PPAk). Variabel ini diukur dengan delapan item pertanyaan.
3. Minat (X3), yaitu keinginan mahasiswa akuntansi untuk mengikuti PPAk setelah melihat, mengamati dan membandingkan, serta mempertimbangkan dengan kebutuhannya, dia merasa perlu untuk mengikutinya. Variabel ini diukur dengan tujuh pertanyaan.
Variabel dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang diadopsi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bawono, dkk (2006). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Likert Scale dengan skala 1 sampai 5, dan telah diuji dengan validity and reliability test. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan antar kelompok responden, karenanya pengujian yang digunakan adalah uji beda (t-test).

Pembahasan
Hipotesis I
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) penting bagi mahasiswa jurusan akuntansi, sebab PPAk memberikan kontribusi yang besar untuk menjadi seorang akuntan yang profesional. Mahasiswa S1 akuntansi reguler dan internasional di PTN dan PTS mempersepsikan positif adanya program PPAk. Namun perlu disadari, bahwa responden memiliki cara pandang yang cermat dan berbeda untuk menyikapi variabel-variabel yang diujikan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bawono, dkk (2006).

Hipotesis II dan Hipotesis III
Beda persepsi terhadap variabel motivasi timbul karena secara umum Sarjana Ekonomi akuntansi memiliki berbagai alternatif pilihan serta peluang yang cukup besar untuk memasuki dunia kerja dan berprofesi sebagai akuntan publik setelah mengikuti PPAk. Salah satunya adalah untuk mempersiapkan karier dalam bidang akuntansi, atau bahkan karena responden merasa menjadi akuntan adalah pekerjaan bergengsi dan berpenghasilan tinggi. Namun keinginan untuk menempuh program PPAk dan menggeluti profesi sebagai akuntan semua itu tidak terlepas dari kesiapan menyangkut profesionalisme profesi yang nantinya mutlak diperlukan. Profesionalisme suatu profesi mensyaratkan 3 hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi tersebut yaitu keahlian (skill), karakter (character), dan pengetahuan (knowledge). Motivasi untuk menggeluti profesi akuntan dan auditor itulah yang kemudian ditanamkan selama mengikuti program PPAk.
Kemudian berdasarkan surat keputusan KERPPA Nomor : KEP-003/SK/KERPPA/IAI/II/2006 tanggal 14 Februari 2006 tentang penetapan pemutakhiran silabus dan kurikulum PPA tahun 2006, mensyaratkan penyelenggaraan PPA meliputi paling sedikit 21 sks dan paling banyak 40 sks yang ditempuh selama 2 sampai dengan 6 semester. Penyelenggaraanya pun pada Perguruan Tinggi Penyelenggara yang telah mendapat izin dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) baik itu Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta, yang tentunya akan menetapkan tarif yang berbeda sesuai dengan fasilitas yang diberikan. Artinya, akan ada tambahan waktu dan biaya yang dibutuhkan oleh Sarjana Ekonomi akuntansi manakala dia mengikuti program PPAk agar dia bisa memperoleh gelar Akuntan (Ak.) dan berprofesi sebagai akuntan. Adanya beda persepsi mahasiswa akuntansi reguler dan internasional di PTN yang timbul dalam menyikapi variabel Waktu Belajar dan Biaya karena responden memandang banyaknya ilmu yang diperoleh sebanding dengan tambahan waktu selama mengikuti program PPAk. Responden juga memandang bahwa biaya mengikuti PPAk lebih murah dan terjangkau dibanding dengan biaya pendidikan profesi lainnya, serta mereka juga beranggapan positif bahwa biaya tidak menjadi masalah bagi mahasiswa yang berstatus non freshgraduate serta sebanding dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh. Namun tidak demikian dengan mahasiswa akuntansi reguler di PTS, tidak adanya perbedaan persepsi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden dalam kelompok ini telah memperoleh informasi yang memadai tentang waktu belajar dan biaya mengikuti program PPAk.
Beberapa hal perlu dipahami dan diperhatikan oleh Perguruan Tinggi Penyelenggara PPAk yang berkaitan dengan masalah waktu belajar dan biaya, yaitu sosialisasi mengenai manfaat dan hal-hal yang diperoleh ketika responden mengikuti program PPAk karena responden telah mengeluarkan sejumlah biaya, serta fasilitas dan kurikulum memadai yang harus diberikan selama mahasiswa mengikuti program PPAk.
Diselenggarakannya Pendidikan Profesi Akuntansi sedikit banyak juga telah mempengaruhi minat dan persepsi mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan, terutama akuntan publik. Munculnya beda persepsi pada variabel Minat menunjukkan bahwa responden memiliki alasan ketertarikan yang bervariasi. Responden memandang bahwa kurikulum materi PPAk akan lebih meningkatkan profesionalisme para lulusan akuntan, terlebih setelah kurikulum tersebut dibuat mengikuti perkembangan dunia internasional. Hal ini yang menjadi dorongan bagi lulusan akuntansi untuk meneruskan ke jenjang program PPAk.

SIMPULAN DAN SARAN
1. Berdasarkan perbandingan skor dan perhitungan Z observasi dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima, atau dengan kata lain mahasiswa S1 Akuntansi Internasional dan Reguler di PTN dan PTS di Daerah Istimewa Yogjakarta dan Purwokerto mempunyai persepsi yang positif mengenai Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). Artinya bahwa mahasiswa S1 Akuntansi Internasional dan Reguler di PTN dan PTS di Daerah Istimewa Yogjakarta dan Purwokerto telah memiliki persepsi dengan mengikuti program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) maka kompetensi dan profesionalisme mereka akan lebih teruji manakala nantinya mereka akan terjun berprofesi sebagai akuntan.
2. Berdasarkan uji t (Independent Sample t Test) yang diujikan terhadap mahasiswa akuntansi regular dan internasional di PTN, ada perbedaan persepsi sebesar 2,371 untuk variable Motivasi, 2,452 untuk variable Waktu dan Biaya, dan 2,966 untuk variable Minat, serta diperoleh hasil probabilitas hitung variable Motivasi, Waktu Belajar dan Biaya, dan Minat lebih kecil dari 0,025, yang artinya kondisi seluruh variable menolak . Ada perbedaan persepsi responden kelompok ini dalam menyikapi penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
3. Berdasarkan uji t (Independent Sample t Test) yang diujikan terhadap mahasiswa akuntansi regular dan internasional di PTS, ada perbedaan persepsi sebesar 2,463 untuk variable Motivasi, dan 2,320 untuk variable Minat, serta diperoleh hasil probabilitas hitung variable Motivasi, dan Minat lebih kecil dari 0,025. Sedangkan untuk variable Waktu Belajar dan Biaya tidak ada perbedaan persepsi sebesar 1,492, serta memiliki probabilitas hitung diatas 0,025. Namun secara keseluruhan kondisi tersebut telah berhasil menolak . Artinya, hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi responden dalam kelompok ini dalam menyikapi penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk).
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian di atas, maka dapat memberikan implikasi sebagai berikut :
1. Adanya persepsi mahasiswa S1 akuntansi reguler dan internasional di PTN dan PTS di wilayah Daerah Istimewa Yogjakarta dan Purwokerto tentang Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) secara positif, itu berarti mahasiswa telah mengetahui tujuan diselenggarakannya Pendidikan Profesi Akuntansi. Hal ini mengandung arti bahwa adanya Pendidikan Profesi Akuntansi telah mendapat dukungan yang positif dari kalangan mahasiswa akuntansi, yang notabene sebagai calon pengguna atau pemakai jasa Pendidikan Profesi Akuntansi nantinya.
2. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi positif terhadap penyelenggaraan PPAk, yang berarti akan menjadi potensi luar biasa bagi berkembangnya Pendidikan Profesi Akuntansi di perguruan tinggi. Namun perlu menjadi perhatian bagi kalangan penyelenggara, karena terdapat perbedaan persepsi responden dalam penelitian ini. Terutama untuk variable yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu Motivasi, Waktu Belajar dan Biaya, serta Minat. Adanya perbedaan persepsi yang terjadi, terutama pada variable yang diteliti tersebut dikarenakan distribusi informasi mengenai penyelenggaraan PPAk yang diterima mahasiswa belum memadai. Ada banyak motivasi mahasiswa untuk mengikuti program PPAk selain mempersiapkan keahlian untuk menjadi akuntan publik. Mahasiswa juga beranggapan bahwa akuntan merupakan pekerjaan bergengsi dan berpenghasilan tinggi. Tapi di satu sisi mahasiswa mengikuti program PPAk agar lebih berkualitas secara ilmu dan kompetensi tanpa harus menjadi akuntan publik. Secara umum mahasiswa juga berpersepsi mengenai tambahan waktu belajar dan biaya untuk mengikuti PPAk. Mahasiswa secara kritis juga mampu memperhitungkan untung rugi serta manfaat dari program PPAk itu sendiri, karena kaitannya adalah ketika saat mereka telah selesai menempuh PPAk apakah mereka bisa langsung mendapatkan pekerjaan, berkarir sebagai akuntan publik, atau melanjutkan ke jenjang S2. Sehingga kedepannya perlu diadakan sosialisasi yang lebih efektif tentang penyelenggaraan PPAk terhadap mahasiswa S1 akuntansi, baik itu regular maupun internasional di PTN maupun di PTS.

REFERENSI

AICPA. 2004. “Position Descriptions”. www.aicpa.org

Aprianti, Diana. 2006. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Lingkungan Kerja Akuntan Publik (Studi Kasus Pada Universitas Islam Indonesia). Skripsi UII. Yogyakarta.

Bawono, Icuk Rangga. dkk. 2006. Persepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Reguler Tentang Pendidikan Profesi Akuntansi (Studi Kasus Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Purwokerto Jawa Tengah). Jurnal Penelitian Akuntansi Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto.

___________________. dkk. 2006. Persepsi Mahasiswa S1 Akuntansi Reguler Dan Ekstensi Tentang Pendidikan Profesi Akuntansi (Studi Kasus Pada Perguruan Tinggi Negeri Dan Swasta “M” Di Kota Purwokerto Jawa Tengah). Jurnal Penelitian Akuntansi Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto.

Djarwanto Ps dan Pangestu S. (2000). Statistik Induktif, Edisi keempat, Cetakan Kelima, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE, Yoyakarta.

Novin, A.M dan Tucker, J.M. (1993). “The Composition of 150 Hours Accounting Program: The Public Accountants Point of Views”. Issues in Accounting Education (Fall): 272-291.

Prakarsa. 2004. “Profesi Akuntan: Peluang dan Tantangan Menyongsong Era Magister dan Doktor Ilmu Akuntansi di Indonesia”. Disampaikan pada Seminar Nasional Akuntansi, dalam rangka Atmajaya Accounting Fair, 16--19 Februari 2004.

Rasmini, Ni Ketut. 2007. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Keputusan Pemilihan Profesi Akuntan Publik dan Non Akuntan Publik Pada Mahasiswa Akuntansi Di Bali. BULETIN STUDI EKONOMI Volume 12 Nomor 3 Tahun 2007. Jakarta.

Robbins, Stephen P. (1993). Organizational Behaviour. Sixth Edition. Prentice-Hall International Inc.

Santoso, Singgih. 2008. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16.Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo, Gramedia, Jakarta.

Setyaningrum, Betty Yuli & Noval Adib. 2007. Pengaruh Pendidikan Profesi Akuntansi Terhadap Minat dan Persepsi Mahasiswa Jurusan Akuntansi Pada Karir Sebagai Akuntan Publik. Skripsi Universitas Brawijaya. Malang.

Sugiarto, dkk. (2001). Teknik Sampling. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran: Ghalia Indonesia, Bogor.

Suwardjono. (1992). Gagasan Pengembangan Profesi dan Pendidikan Akuntansi di Indonesia. Kumpulan Artikel. Yogyakarta: BPFEYogyakarta.

SY. 1999. “Apa itu PPA?”. Media Akuntansi. Edisi 05.

Widyastuti, Suryaningsum dan Juliana. 2004. Pengaruh Motivasi terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi.Simposium Nasional Akuntansi VII.

Yuskar dan Ellya Benny. 2006. Pengaruh Motivasi Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk). Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang.

Selasa, 16 Februari 2010

Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesiake International Financial Reporting Standards (IFRS)

Siaran Pers Ikatan Akuntan Indonesia


Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada hari ini Selasa, 23 Desember 2008 dalam rangka Ulang tahunnya ke-51 mendeklarasikan rencana Indonesia untuk convergence terhadap International Financial Reporting Standards (IFRS) dalam pengaturan standar akuntansi keuangan. Pengaturan perlakuan akuntansi yang konvergen dengan IFRS akan diterapkan untuk penyusunan laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. Hal ini diputuskan setelah melalui pengkajian dan penelaahan yang mendalam dengan mempertimbangkan seluruh risiko dan manfaat konvergensi terhadap IFRS.
Compliance terhadap IFRS telah dilakukan oleh ratusan Negara di dunia diantaranya adalah Korea, India dan Canada yang akan melakukan konvergensi terhadap IFRS pada tahun 2011. Data dari International Accounting Standard Board (IASB) menunjukkan saat ini terdapat 102 negara yang telah menerapkan IFRS dengan berbagai tingkat keharusan yang berbeda-beda. Sebanyak 23 negara mengizinkan penggunaan IFRS secara sukarela, 75 negara mewajibkan penggunaan IFRS untuk seluruh perusahaan domestik, dan empat Negara mewajibkan penggunaan IFRS untuk perusahaan domestik tertentu.

Compliance terhadap IFRS memberikan manfaat terhadap keterbandingan laporan keuangan dan peningkatan transparansi. Melalui compliance maka laporan keuangan perusahaan Indonesia akan dapat diperbandingkan dengan laporan keuangan perusahaan dari negara lain, sehingga akan sangat jelas kinerja perusahaan mana yang lebih baik. Selain itu, program konvergensi juga bermanfaat untuk mengurangi biaya modal (cost of capital), meningkatkan investasi global, dan mengurangi beban penysusunan laporan keuangan.
International Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan sebagai referensi utama pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS merupakan standar yang sangat kokoh. Penyusunannya didukung oleh para ahli dan dewan konsultatif internasional dari seluruh penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup dan didukung dengan masukan literatur dari ratusan orang dari berbagai displin ilmu dan dari berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia.
Dengan telah dideklarasikannya program konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada tahun 2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI akan mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas. Dewan standar akuntansi keuangan pada kesempatan ini juga akan menerbitkan Eksposur draft Standar Akuntansi Keuangan Usaha Kecil dan Menengah. Standar UKM ini akan menjadi acuan bagi usaha kecil dan menenggah dalam mencatat dan membukukan semua transaksinya. DSAK juga akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan pencatatan dan pelaporan keuangan transaksi syariah, yang terus berkembang di tanah air.Konvergensi terhadap IFRS merupakan milestone baru dari serangkaian milestone yang pernah dicapai oleh Indonesia dan Ikatan Akuntan Indonesia dalam sejarah perkembangan profesi akuntansi, khususnya dalam pengembangan standar akuntansi keuangan.

Sederetan milestone sebelumnya yang terkait dengan hal tersebut dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah yang pernah diacapai sebelumnya dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”. Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan mengkondifikasikannya dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994”. Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dengan deklarasi, yang dilakukan sedini mungkin, ini kami berharap entitas memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam mengantisipasi tahap demi tahap proses konvergensi yang dilakukan oleh IAI.
Pada HUT Ikatan Akuntan Indonesia yang ke 51 ini berkenan hadir Menteri Pendidikan Nasional RI, Prof. Dr. Bambang Soedibyo, Ketua BAPEPAM & LK, Dr. A. Fuad Rachmany dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Ardhayadi Mitroatmodjo. Selain beliau berdua, akan hadir pula para pengurus dan sesepuh Ikatan Akuntan Indonesia.
Pada kesempatan ini IAI juga memberikan penghargaan Achievement Award 2008 kepada tokoh-tokoh yang memberi kontribusi kepada pengembangan profesi akuntan yaitu kepada Prof. HS. Hadibroto, Prof. Dr. Djoko Susanto serta Drs. Hans Kartikahadi.
Jakarta, 23 Desember 2008
Ikatan Akuntan Indonesia